Banyak orang yang peduli tentang
kekerasan yang terjadi di dalam rumah tangga (Domestic Violence), namun
masih sedikit yang peduli pada kekerasan yang terjadi pada remaja, terutama
kekerasan yang terjadi saat mereka sedang berpacaran (Kekerasan Dalam
Pacaran/KDP) atau Dating Violence). Banyak yang beranggapan bahwa dalam
berpacaran tidaklah mungkin terjadi kekerasan, karena pada umumnya masa
berpacaran adalah masa yang penuh dengan hal-hal yang indah, di mana setiap
hari diwarnai oleh manisnya tingkah laku dan kata-kata yang dilakukan dan
diucapkan sang pacar. Hal tersebut dapat dipahami sebagai salah satu bentuk
ketidaktahuan akibat kurangnya informasi dan data dari laporan korban mengenai
kekerasan ini.
KDP merupakan salah satu bentuk dari
tindakan kekerasan terhadap perempuan. Sedangkan definisi kekerasan terhadap
perempuan itu sendiri, menurut Deklarasi Penghapusan Kekerasan terhadap
Perempuan tahun 1994 pasal 1, adalah “setiap tindakan berdasarkan perbedaan
jenis kelamin yang berakibat atau mungkin berakibat kesengsaraan atau
penderitaan secara fisik, seksual atau psikologis, termasuk ancaman tindakan
tertentu, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara sewenang-wenang, baik
yang terjadi di depan umum atau dalam kehidupan pribadi.”
Namun demikian, walaupun termasuk
dalam kekerasan terhadap perempuan, sebenarnya kekerasan ini tidak hanya
dialami oleh perempuan atau remaja putri saja, remaja putra pun ada yang
mengalami kekerasan yang dilakukan oleh pacarnya. Tetapi perempuan lebih banyak
menjadi korban dibandingkan laki-laki karena pada dasarnya kekerasan ini
terjadi karena adanya ketimpangan kekuasaan antara laki-laki dan perempuan yang
dianut oleh masyarakat luas. Ketidakadilan dalam hal jender selama ini telah
terpatri dalam kehidupan sehari-hari, bahwa seorang perempuan biasa dianggap
sebagai makhluk yang lemah, penurut, pasif, mengutamakan kepentingan laki-laki
dan lain sebagainya, sehingga dirasa “pantas” menerima perlakuan yang tidak
wajar atau semena-mena.
Kekerasan yang terjadi dalam relasi
personal perempuan ini biasanya terdiri dari beberapa jenis, misalnya serangan
terhadap fisik, mental/psikis, ekonomi dan seksual. Dari segi fisik, yang
dilakukan seperti memukul, meninju, menendang, menjambak, mencubit dan lain
sebagainya. Sedangkan kekerasan terhadap mental seseorang biasanya seperti
cemburu yang berlebihan, pemaksaan, memaki-maki di depan umum dan lain
sebagainya. Sedangkan kekerasan dalam hal ekonomi jika pasangan sering pinjam
uang atau barang-barang lain tanpa pernah mengembalikannya, selalu minta
ditraktir, dan lain-lain. Jika dipaksa dicium oleh pacar, jika ia mulai
meraba-raba tubuh atau ia memaksa untuk melakukan hubungan seksual, maka ia
telah melakukan kekerasan yang termasuk dalam kekerasan seksual. Umumnya
pemerkosaan yang terjadi dalam masa pacaran (Dating Rape) diawali oleh
tindakan kekerasan yang lain.
Rifka Annisa, sebuah Lembaga Swadaya
Masyarakat (LSM) yang bergerak di bidang kesehatan reproduksi dan jender
menemukan bahwa sejak tahun 1994 – 2001, dari 1683 kasus kekerasan yang
ditangani, 385 diantaranya adalah KDP (Komnas Perempuan, 2002)
Rumah Sakit Bhayangkara di Makassar yang baru-baru ini
membuka pelayanan satu atap (One Stop Service) dalam menangani masalah
kekerasan terhadap perempuan mendapatkan bahwa dari tahun 2000-2001 ada 7 kasus
KDP yang dilaporkan. (Kompas-online 4 Maret 2002)
Sedangkan PKBI Yogyakarta
mendapatkan bahwa dari bulan Januari hingga Juni 2001 saja, terdapat 47 kasus
kekerasan dalam pacaran, 57% di antaranya adalah kekerasan emosional, 20%
mengaku mengalami kekerasan seksual, 15% mengalami kekerasan fisik, dan 8%
lainnya merupakan kasus kekerasan ekonomi (Kompas, 20 Juli 2002 dalam http://www.bkkbn.go.id
)
Salah satu penelitian di Amerika
Serikat menyebutkan bahwa dari 77 remaja sekolah menengah yang mengaku
mengalami kekerasan saat sedang berpacaran, 66% dari mereka mengaku bahwa
selain mengalami kekerasan, mereka juga melakukan kekerasan itu sendiri pada
pasangan mereka (mutually violent relationship). Remaja tersebut juga
dilaporkan mengalami kekerasan berat, sehingga menderita luka-luka. Luka-luka
yang mereka derita tampak lebih parah daripada remaja yang hanya menjadi korban
kekerasan. Mereka pun lebih bisa “menerima” perlakuan tersebut, dibandingkan
dengan remaja yang hanya sebagai korban.
Dalam sebuah diskusi mengenai KDP,
para remaja putri melaporkan bahwa dalam 70% waktu pacaran mereka, pasangannya
melakukan pelecehan. Sedangkan para remaja putra dalam kesempatan yang sama,
mengakui bahwa pasangan perempuan mereka melakukan pelecehan sebanyak 27% dari
waktu pacaran mereka. Adapun dari penelitian yang lain didapatkan bahwa remaja
putri yang melakukan kekerasan saat pacaran antara lain disebabkan karena
mempertahankan dirinya (dikutip dari Armour, 2002)
Kasus yang nampak hanya kasus-kasus
yang dilaporkan atau tanpa sengaja terbukti dan diketahui. Sehingga dapat
dikatakan bahwa yang tampak berupa fenomena gunung es (iceberg), dimana
kasus sebenarnya masih jauh lebih besar lagi, namun banyak hal yang membuatnya
tidak muncul ke permukaan. Salah satunya adalah karena tidak dilaporkan.
Umumnya para remaja korban kekerasan
tidak menceritakan kepada pihak yang berwenang terhadap masalah ini, bahkan
kepada orang tuanya. Korban dan pelaku biasanya selalu berusaha menutupi fakta
yang ada dengan berbagai cara atau dalih, walaupun terkadang tanpa sengaja
terungkap. Jika situasi dan keadaan sudah sangat parah (misalnya luka-luka
fisik sudah tidak bisa ditutupi), biasanya korban terpaksa meminta bantuan
pihak medis dan atau melaporkan kepada pihak berwajib.
Kasus kekerasan yang tidak
dilaporkan biasanya karena korban merasa takut akibat ancaman oleh pacar, atau
karena iba karena pelaku memohon maaf sedemikian rupa, setelah melakukan
kekerasan, sehingga korban percaya bahwa pelaku benar-benar menyesali
perbuatannya dan tidak akan mengulanginya lagi (baca Kisah Nyata Kekerasan Dalam Pacaran).
Yang patut diketahui adalah bahwa kekerasan, apapun
bentuknya, adalah suatu hal yang akan mengakar dan akan terjadi berulang. Sikap
menyesal dan pernyataan maaf yang dilakukan pelaku adalah suatu fase “reda”
dari suatu siklus. Biasanya setelah fase ini, pelaku akan tampak tenang,
seolah-olah telah berubah dan kembali bersikap baik. Jika pada suatu saat
timbul konflik yang menyulut emosi pelaku, maka kekerasan akan terjadi lagi.
Oleh karena itu, sebesar apapun
cinta yang kita rasakan pada mereka yang melakukan kekerasan, tetap saja kita
tidak dapat membiarkan hal ini terjadi. Kekerasan adalah suatu hal yang harus
kita laporkan, dengan demikian si pelaku dapat mendapatkan penanganan yang
tepat (konseling dan terapi). Karena dengan mendiamkan atau tidak melaporkan
kekerasan yang terjadi, baik yang kita alami maupun yang dialami oleh teman
kita, sama saja artinya kita membiarkan kekerasan itu terjadi, dan hal itu
tentu bukan suat hal yang kita ingini. Tidak pada mereka, tidak pada diri kita.
No comments:
Post a Comment